![]() |
Teori Belajar |
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai
bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran
siswa itu. Ada beberapa Teori-teori belajar yang melandasi model pembelajaran
yaitu teori belajar konstruktivisme, teori belajar perkembangan kognitif
Piaget, teori penemuan Jerome Bruner, dan teori pembelajaran perilaku (Trianto,
2011: 28-39). Salah satu teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah
teori konstruktivisme. Menurut Hanafiah (2010: 62) teori konstruktivisme
diprakarsai oleh Piaget dan Vigotsky.
Pada dasarnya teori konstruktivisme dalam belajar merupakan
salah satu pendekatan yang lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat
dalam proses pembelajaran. Trianto (2011: 28) menjelaskan teori konstruktivisme
memiliki satu prinsip yang paling penting yaitu guru tidak hanya sekadar
memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri
pengetahuan di dalam benaknya.
Menurut Winataputra, dkk (2007: 6.7) perspektif konstruktivisme pada pembelajaran di kelas dilihat sebagai proses „konstruksi‟ pengetahuan oleh siswa. Perspektif ini mengharuskan siswa bersikap aktif.
Dalam proses ini siswa mengembangkan gagasan atau konsep
baru berdasarkan analisis dan pemikiran ulang terhadap pengetahuan yang
diperoleh pada masa lalu dan masa kini. 12 Sejalan dengan pendapat Winataputra,
Piaget (dalam Rusman, 2011: 202) mengemukakan bahwa belajar merupakan sebuah
proses aktif dan pengetahuan disusun di dalam pikiran siswa. Dengan menyusun
pengetahuan siswa di dalam pikirannya, ini sesuai dengan karateristik teori
konstruktivisme. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan
bahwa teori belajar yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu teori
konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa dalam belajar
siswa dituntut untuk membangun pengetahuannya sendiri dan guru berperan sebagai
fasilitator. Di samping itu, guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa
melainkan juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya.
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan siswa. Semua unsure ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.
Makalah ini sudah cukup banyak membahas tetang teori-teori pembelajaran. Teori – teori pembelajaran tersebut menjelaskan apa itu belajar dan bagaimana mana belajar itu terjadi. Teori Behavioristik merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Teori Pengkondisian Klasik menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha dari organisme untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan sustu respon. Teori Gestalt lebih menekankan belajar adalah kecenderungan mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. Inti dari Teori Skinneradalah dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan terjadi . Teori Gane menyatakan bahwa belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Teori Pemerosesan Informasi menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Metakognisi adalah suatu kemampuan individu diluar kepalanya dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukan. Sedangkan Sibernetik mengatakan bahwa belajar adalah pengolahan informasi .
Jadi masing-masing teori menjelaskan belajar dan pembelajaran dalam pengertian yang berbeda-beda.
Teori Belajar Teori-Teori Klasik
1. Behavioristik
Teori
Behavioristik merupakan teori dengan pandangan tetang belajar adalah
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Atau dengan kata lain belajar adalah
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. (Hamzah
Uno, 7: 2006). Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini adalah Thorndike, Watson, Hull, Edwin Guthrie dan Skinner. Teori belajar Skinner akan dijelaskan pada bagian yang
khusus yaitu teori belajar proses.
a. Thorndike
Menurut Thorndike (Hamzah
Uno, 7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulu dan respon.
Menurut Thorndike perubahan tingkah laku bisa berwujud
sesuatu yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati
b. Watson
Menurut Watson (Hamzah
Uno,7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon . Stimulus
dan respon tersebut berbentuk tingkah laku yang bisa diamati. dengan kata lain
Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar
dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui karena
faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar telah
terjadi atau belum.
c. Clark Hull
Hull
berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga
kelangsungan hidup. Oleh karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan
biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan, stimulus hampir
selalu dikaitan dengan kebutuhan biologis.
d. Edwin Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif
antara stimulus dan respon tertentu. Stimulus dan respon merupakan faktor
kritis dalam belajar. Oleh karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering
agar hubungan lebih langgeng. Suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi
kebiasaan) apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai stimulus.
Guthrie mengemukakan
bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu
hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan
seseorang. Contoh seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah
selalu mencampakkan baju dan topinya dilantai. Ibunya menyuruh agar baju
dan topi dipakai kembali oleh anaknya. Lalu kembali keluar, dan masuk rumah
kembali sambil mengantungkan baju dan topinya di tempat gantungannya. Setelah
beberapa kali melakukan hal itu, respon menggantung topi dan baju menjadi
terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah.
2. Pengkondisian klasik
Teori-teori
klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama
Ivan Pavlopada awal tahun 1900 an. Untuk
menghasilkan teori ini Ivan Pavlov melakukan suatu eksperimen secara
sistimatis dan saintifik, dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku
pada suatu organisme.
Pavlov melakukan
suatu eksperimen terhadap anjing. Dia
meletakkan secara rutin bubur daging di depan mulut anjing . Anjing
mengeluarkan air liur . air liur yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu
stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng
sebelum makanan diberikan.
Berdasarkan
hasil eksperimen pavlo diperoleh suatu kesimpulan bahwa asosiasi terhadap
penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe pembelajaran yang
penting, yang kemudian dikenal dengan Teori Pengkondisian Klasik.
Pengkondisian
klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar
untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus. (Santrock,
2010). Dalam pengkondisian klasik stimulus
netral (seperti melihat seseorang) diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna
(seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon yang
sama.
Dalam
teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2 tipe respon,yang harus
dipahami yaitu Unconditioned Stimulus (US), Unconditoned respon (ER),
Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Respon (CR).
Unconditioned
Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan
respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam eksperimen Pavlov makanan
adalah US. Unconditioned Respon adalah respon yang tidak dipelajari
yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen Pavlov air liur
anjing yang merespon makanan adalah UR.
Conditioned
Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya
menghasilkan conditioned respon setelah diasosiasi dengan US. Dalam espemen Pavlov beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing
menyantap makanan. Conditioned Respon adalah respon
yang dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US – CS. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada skema exsperimen Palvov berikut :
Sebelum Pengkondisian
US (makanan) >>>>>>>>>>>>
UR (Keluar air liur)
CS (lonceng)
>>>>> tak ada CR (air liur tidak keluar)
Selama Pengkondisian
CS(lonceng) + US
(makanan)>>>>> UR (keluar air liur)
Setelah Pengkondisian
CS (lonceng)
>>>>>>> CR (keluar air liur)
(M. Asrori, 2008)
Berdasarkan eksperimen yang
dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan dengan beberapa cara
perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran (M. Asrori, 8:2008 dan Santrock, 270 : 2010) , yaitu :
a. Generalization
(generalisasi)
Generalization adalah pengaruh dari stimulus yang baru untuk menghasilkan
respon yang sama. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk. Saat
murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran
tersebut saling berkaitan. Jadi murid menggeneralisasikan satu ujian mata
pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.
b. Discrimination
(diskriminasi)
Descrimination dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon
stimulus tertentu tetapi tidak merespon stimulus lainnya. Dalam
kasus murid yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian
pelajaran bahasa Indonesia atau sejarah karena kedua mata pelajaran tersebut
jauh berbeda dengan mata pelajaran kimia dan biologi
c. Extinction
(pelenyapan)
Suatu
stimulus yang dikondisikan tidak diikuti dengan stimulus tidak dikondisikan,
lama kelamaan organisme tidak akan merespon. Ini
berarti bahwa respon secara bertahap terhapus. Murid
yang gugup mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik,dan
kecemasannya mereda.
Teori pengembangan klasik ini sangat
membantu untuk mamahami beberapa aspek pembelajaran dengan lebih baik dan juga
membantu memahami kecemasan dan ketakutan pada murid dalam proses belajar dan
pembelajaran .
3. Gestalt
Gestalt adalah
sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang
memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan.
Akhmad
Sudrajat (Tersedia pada : http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-gestalt/,
16 Maret 2011) menguraikan beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara
lain :
a. Pengalaman
tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku.
Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan
yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
b. Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning);
kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam
proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna
yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa
perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan
stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal
tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
e. Transfer dalam Belajar;
yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke
situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian
obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan
dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Jadi menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan
kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam
situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik
untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Teori – Teori Belajar Proses
1. Teori Skinner
Teori
Skinner disebut juga dengan teori pengkondisian operan. Pelopor
teori ini adalah B.F. Skinner. Inti dari teori ini adalah dimana
konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu
akan terjadi (Santrock, 272:2010).
Konsekuensi
– imbalan atau hukuman bersifat sementara pada prilaku organisme. Contoh seorang siswa akan mengemas bukunya secara rapi jika dia
tahu bahwa dia akan diberikan hadiah oleh gurunya.
Menurut
Skinner, pengkondisian Operan terdiri dari 2 konsep utama, yaitu : penguatan (reinforcement), yang terbagi kedalam penguatan positif dan penguatan negative, dan hukuman (punishment). (M. Asrori, 9 : 2008)
Penguatan
positiv (positeve reinforcement) adalah apa saja stimulus yang dapat
meningkatkan sesuatu tingkah laku. Contoh seorang
siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi
prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial
(pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
Penguatan
negativ (negative reinforcement) apa
saja stimulus yang menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan
atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu
tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat
mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
Hukuman
(punishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu respon
atau tingkah laku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau
ditinggalkan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan
bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat.
Ada
sejumlah teknik-teknik dalam pengkondisian operan yang dapat digunakan untuk
pembentukan tingkah laku dalam pembelajaran (M.Asrori, 10:2008), yaitu :
a. Pembentukan respon (Shaping
Behaviour)
Teknik
pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organisme pada saat
setiap kali ia bertindak kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau
belajar merespon sampai suatu saat tidak lagi menguatkan respon
tersebut. Prosedur pembentukan respon bisa digunakan untuk melatih
tingkah laku siswa dalam proses pembelajaran agar secara bertahap
mampu merespon stimulus dengan baik . Contoh :
apabila seorang guru memberikan ceramah, reaksi siswa sebagai pendengar dapat
mempengaruhi bagaimana guru itu bertindak. Jika sekelompok siswa mengangguk –
angguk kepala mereka, ini dapat menguatkan guru tersebut untuk berceramah lebih
semangat lagi.
b. Generalisasi,Diskriminasi
dan Penghapusan
Generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan penguatan
sebelumnya akan dapat menghasilkan respon yang sama. Contoh : Seorang siswa akan mengerjakan PR dengan tepat waktu
karena pada minggu lalu mendapat pujian di depan kelas oleh gurunya ketia
menyelesaikan PR tepat waktu.
Diskriminasi adalah
respon organisme terhadap sesuatu penguatan, tetapi tidak terhadap penguatan
yang lain. Contoh : seorang siswa mengerjakan PR dengan tepat waktu Karena
mendapat ujian dari gurunya pada mata pelajaran IPA, tetapi tidak begitu halnya
ketika mendapat pujian dari guru IPS. Respon
ini bias berbeda karena cara memberikan pujiannya sudah berbeda
Penghapusan adalah
suatu respon terhapus secara bertahap apabila penguatan atau ganjaran tidak
diberikan lagi. Contoh : seorang siswa yang mampu mengerjakan PR dengan tepat waktu
tadi bisa secara bertahap menjadi tidak tepat waktu karena gurunya tidak pernah
lagi memberikan pujian sama sekali.
c. Jadwal
Penguatan (Schedule of reinforcement)
Skinner menyatakan
bahwa cara atau waktu pemberian penguatan dapat mempengaruhi respon. Penguatan
disini dibagi menjadi 2 yaitu penguatan berkelanjutan (Continous Inforcement) dan
penguatan berkala (Variabel Reinforcement).
Penguatan
berkelanjutan adalah penguatan yang diberikan pada setiap saat setiap kali
organisme menghasilkan respon. Contoh : setiap kali siswa mampu
mengerjakan soal dengan betul, guru selalu memberikan pujian kepadanya
Penguatan
berkala adalah penguatan yang diberikan dalam jangka waktu tertentu. Penguatan
berkala terbagi dua , yaitu : berdasarkan nisbah (rasio) yang disebut penguatan nisbah dan berdasarkan interval waktu atau
disebut juga dengan penguatan waktu.
Penguatan
nisbah dibagi menjadi dua, yaitu : Nisbah tetap adalah apabila
penguatan diberikan setelah beberapa respon terjadi. Misalnya ada 10 kali siswa memberikan respon baru diberikan 1 kali
penguatan. Dan nisbah berubah adalah apabila
penguatan diberikan setelah beberapa kali respon muncul, tetapi kadarnya tidak
tetap. Misalnya penguatan diberikan kepada siswa kadang kala setelah 10
kali respon kadang kala setelah 5 respon
Penguatan
waktu juga dibagi dua, yaitu : waktu tetap adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang
ditetapkan. Misalnya memberikan pengutan kepada setiap respon yang muncul setelah
1 menit. Waktu berubahadalah
apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan, tetapi waktu yang
ditetapkan itu berbeda berdasarkan respon yang muncul.
d. Penguatan
Positif
Penguatan
posistif dilakukan dengan memberikan penguatan sesegera mungkin
setelah suatu tingkah laku muncul. Misalnya seorang
siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru maka pada sait itu juga guru segera
memberikan pujian.
e. Penguatan
Intermiten
Penguatan
intermiten dilakukan dengan memberikan penguatan untuk memelihara
perubahan tingkah laku atau respon positif yang telah dicapai seseorang. Dengan
penguatan seperti ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri individu . Misalnya : seorang siswa yang tadinya malu untuk membaca puisi di
depan kelas, kemudian secara bertahap dia sudah tidak malu lagi dan mampu
membaca puisi di depan kelas. Maka guru memberikan pujian di depan
teman-temannya agar keberanian membaca puisi di depan kelas tersebut dapat
terpelihara.
f. Penghapusan
Penghapusan dilakukan
dengan cara tidak melakukan penguatan sama sekali atau tidak mengirakan respon
yang akan muncul pada seseorang. Misalnya siswa
yang berbicara lucu dengan maksud memancing teman-temannya bergurau agar
suasana kelas menjadi gaduh, tidak diberikan sapaan oleh guru bahkan guru tidak
menghiraukannya. Denga demikian, siswa yang bersangkutan akan merasa bahwa apa
yang dilakukannya tidak berkenan di hati gurunya sehingga
dia tidak akan melakukannya lagi.
g. Percontohan
(modeling)
Percontohan adalah prilaku atau respon individu yang dilakukan dengan
mencontoh tingkah laku orang lain. Contohnya :
seorang siswa berusaha berbicara dengan suara keras, tidak terges-gesa,
sistematis, dan mudah dipahami karena dia meniru guru IPA yang selalu
menunjukkan prilaku seperti itu pada saat mengajar. Oleh karena itu seorang
guru harus mampu menunjukkan tutur kata, sikap, kemampuan, kecerdasan dan
tingkah laku yang dapat dicontoh oleh siswa.
h. Token Ekonomi
Adalah memberikan
gambaran terhadap sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ketika seseorang telah
mampu menunjukkan respon atau tingkah laku yang positif sesuai dengan yang
diharapkan. Misalnya guru member hadiah buku novel yang bagus kepada seorang
siswa
2. Teori Gagne
Robert
Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, Beliau mendapatkan gelar
A.B. pada Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. Ada beberapa
hal yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar. menurutnya belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang
dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku
itu merupakan proses komulatif dari belajar. Artinya banyak keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan
bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
Menurut
Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan
untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku
(behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar
menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat
kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Timbulnya kapabilitas tersebut berasal dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan demikian, belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati
pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Juga dikemukakan bahwa belajar
merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkah
laku merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar. Berdasarkan pandangan ini Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa
belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang
berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses
pertumbuhan. Perubahan itu berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat
diketahui dengan jalan membandingkan tingkah laku sebelum belajar dan tingkah
laku yang diperoleh setelah belajar. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk
perubahan kapabilitas jenis kerja atau perubahan sikap, minat atau nilai.
Perubahan itu harus dapat bertahan selama periode waktu dan dapat dibedakan
dengan perubahan karena pertumbuhan, missalnya perubahan tinggi badan atau
perkembangan otot dan lain-lain.
Gagne
membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
· Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini peserta didik memperhatikan stimulus tertentu
kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian
ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Ini berarti bahwa belajar adalah
suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa
bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang dia terima
pada situasi belajar.
· Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini peserta didik memperoleh pengetahuan baru
dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan
sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi
antara informasi baru dan informasi lama.
· Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada
informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang,
melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke
memori jangka panjang.
· Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau
memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja
informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka
panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama
disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas
pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang
dianggap tidak utama, yaitu :
· Fase motivasi
sebelum pelajaran dimulai guru
memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.
· Fase generalisasi
adalah fase transer informasi pada
situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta
mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.
· Fase penampilan
adalah fase dimana siswa harus
memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu.
· Fase umpan balik,
siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan
(reinforcement).
Teori – Teori Kognitif
1. Pemrosesan informasi
Teori
pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana
seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang
cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar
tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui
beberapa indera.
Pemerosesan
informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitiringnya, dan
menyusun strategi berkenaaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan berfikir
(thinking). (Santrock, 310:2010). Anak
secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk mengembangkan untuk memproses
informasi, dan secara bertahap pula mereka biasa mendapatkan pengetahuan dan
keahlian yang kompleks.
Pemerosesan
informasi pada awalnya menggunakan sistem komputer sebagai analog. Penggunaan
sistem komputer sebagai analog cara manusia memproses, menyimpan dan mengingat
kembali informasi sesungguhnya kurang tepat karena terlalu menyederhanakan
manusia. Cara manusia memproses informasi sesungguhnya lebih kompleks
dibandingkan dengan komputer. (M.Asrori, 13:2008)
Roobert
Siegler (1998) mendeskripsikan tiga karateristik
utama dari pendekatan pemrosesan informasi , yaitu : Proses pikiran, mekanisme pengubahan dan modifikasi diri.
(Santrock, 310 :2010).
Pemikiran menurut
pendapat Siegler (2002), berfikir adalah
pemerosesan informasi. Ketika anak merasakan, malakukan, mempresentasikan dan
menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, mereka sedang melakukan proses
berfikir. Pikiranadalah sesuatu
yang sangat fleksibel, yang menyebabkan individu bias beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan perubahan dalam lingkungan, tugas dan tujuan.
(Santrock, 311 : 2010).
Mekanisme
pengubahan menurut Siegler (2002)
dalam pemerosesan informasi focus utamnya adalah pada
peran mekanisme pengubah dalam perkembangan. Ada
empat mekanisme yang bekerjasama menciptakan perubahan dalam keterampilan
kognitif anak, yaitu : Ecoding (penyandian),
Otomatisasi, konstruksi strategis dan generalisasi.
Ecoding adalah proses memasukkan informasi kedalam memori. Aspek
utama dari pemecahan problem adalah menyandikan informasi dan relevan dan
mengabaikan informasi yang tidak relevan.
Otomatisitas adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit
atau tanpa usaha. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, pemerosesan
informasi menjadi makin otomatis, dan anak bisa mendeteksi hubungan – hubungan
baru antara ide dan kejadian. (Kail, 2002 dalam Santrock, 311 : 2010).
Konstruksi Strategi yaitu penemuan
prosedur baru untuk memproses informasi. Anak perlu menyandikan informasi
kunci untuk suatu problem dan mengoordinasikan informasi tersebut dengan
pengetahun sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.
Agar
dapat manfaat penuh dari strategi baru diperlukan generalisasi. Anak perlu melakukan generalisasi, atau mengaplikasikan
strategi pada problem lain.
Modifikasi
diri. Anak memainkan peran aktif dalam perkembangan mereka. Mereka
menggunakan pengetahuan dan strategi yang telah mereka pelajari untuk
menyesuaikan respon pada situasi pembelajaran yang baru. Anak membangun respon
baru dan lebih canggih berdasarkan pengetahuan dan strategi sebelumnya.
2. Metakognisi
Metakognisi adalah
suatu kemampuan individu berdiri di luar kepalanya dan berusaha merenungkan
cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang dilakukan. (M.Asrori,
20:2008). Pengetahuan metakognisi melibatkan usaha monitoring dan
refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Aktivitas
metakognisi terjadi pada saat murid secara sadar menyesuaikan dan mengelola
strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan sesuatu
tujuan. (Santrock, 340:2010).
Orang
yang pertama memperkenalkan istilah metakognisi adalah John Flavell. Ia
membagi metakognisi keempat variable yang penting, yaitu :
a. Variabel Individu
Variabel individu mengandung
makna bahwa manusia itu adalah organism kognitif atau pemikir. Segala
tindak – tanduk kita adalah akibat dari cara kita berfikir. Variabel
individu dibagi menjadi tiga, yaitu :
· Variabel
Intra Individu
Variabel intra individu adalah
apa saja yang terjadi di dalam diri seseorang. Misalnya : seseorang yang
mengetahui dirinya lebih pandai dalam mata pelajaran matematika dibandingkan
dengan mata pelajaran sejarah.
· Variabel
antra individu
Variabel antra individu adalah kemampuan individu membandingkan dan membedakan
kemampuan kognitif dirinya dengan orang lain. Misalnya
: seorang siswa mengetahui bahwa dirinya pandai pada mata pelajaran IPA
dibandingkan dengan teman yang duduk dengan dia di kelasnya.
b. Variabel Universal
Variabel universal adalah
pengetahun yang diperoleh dari unsur-unsur yang ada didalam sistem budaya
sendiri. Misalnya : mengetahui bahwa sebagai manusia kita lupa. Sebenarnya
kita paham terhadap apa yang kita lupakan, tetapi lama kelamaan kita sadar
bahwa kita tidak paham
c. Variabel Tugas
Variabel tugas adalah kesanggupan individu untuk mengetahui kesan-kesan,
pentingnya dan hambatan sesuatu tugas kognitif. Contoh : seandainya informasi
yang disampaikan oleh guru adalah sesuatu yang sulit dan siswa tahu bahwa guru
tersebut tidak akan mengulangi, maka para siswa tentu akan memberikan perhatian
yang lebih serius dan mendengarkan serta memproses informasi itu dengan lebih
teliti.
d. Variabel Strategi
Variabel strategi adalah pengetahuan
tentang bagaimana melakukan sesuatu atau mengatasi kesulitan yang timbul.
3. Sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah
pengolahan informasi. (Hamzah Uno, 17 : 2006). Dalam teori
sibernetik yang lebih penting adalah sistem informasi yang diproses, karena
informasi ini yang akan menentukan proses.
Kelebihan Teori Sibernetik
· Cara
berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
· Penyajian
pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
· Kapabilitas
belajar dapat disajikan lebih lengkap.
· Adanya
keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
· Adanya
transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
· Kontrol
belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
· Balikan
informativ memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang
telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Kelemahan teori sibernetik adalah
teori ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang
dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.
0 komentar:
Posting Komentar